Wednesday, January 13, 2016

FILA BUKAN SELEBRITIS

Dearest Mommies,
Ini adalah cerita dari Mba Nissa, salah satu teman saya yang memilih untuk membawa baby-nya ke kantor agar bisa selalu dekat dengan baby Fila,
sehingga Fila mendapat Asix dan tumbuh sehat selalu dalam pengawasan Umi-nya.

Tentu saja ini bukan keputusan yang mudah untuk diambil dan dijalani karena nggak jarang ada yang bergunjing maupun berkomentar negatif "kok bayi di bawa ke kantor?" terlebih kantor saya tidak memiliki fasilitas daycare, dan banyak bapak-bapak yang suka ngerokok seenak jidat *gemesss*

Tapi... ya begitulah, hebatnya Mba Nisa bisa menjalani ini sampai Baby Fila lepas usia 1 tahun. Mba Nisa pula yang mengnisiasi petisi supaya kantor kami bisa dibuatkan fasilitas daycare, sehingga para Ibu yang punya baby maupun Batita bisa tetap fokus bekerja dengan maksimal tanpa perlu khawatir dengan anaknya di rumah. Sudah buanyaaak yang ikut tanda tangan.

Namun.... sampai saat ini belum kejadian. Alasannya karena kantor kami sudah kehabisan ruangan /space. Nggak ada lagi tempat buat bikin daycare. Padahal bisa loh dibangun sedikiiiit aja di bagian belakang kantor yang sekarang dipake buat bapak-bapak duduk-duduk sore sambil ngudut.  Sedih ya, besar kemungkinan karena mental pejabat  yang masih memikirkan kantong dan kebahagiaan pribadi, kalo nggak ada untungnya buat dia nggak akan direalisasikan. Semoga beliau segera dibukakan pintu hatinya oleh Allah SWT., Amin..

--------------------------

Postingan asli-nya bisa dilihat disini


FILA BUKAN SELEBRITIS

Aku sangat menyadari membawa bayi ke kantor adalah satu hal yang asing dilakukan oleh wanita pekerja. Aku pun tahu tantangannya akan sangat besar dan berat. Bukan karena aku harus bangun pagi-pagi, memasak air panas untuk mandi bayiku dan memandikannya, menyiapkan makan pagi/siang dan cemilannnya, mengejar jemputan bada solat subuh, dan sederetan keriuhan lainnya di subuh hari menjelang aku berangkat ke kantor. Namun, tantangan terberat yang aku hadapi adalah komentar atau gunjingan orang lain, mulai dari yang benar-benar peduli kepada kami hingga para haters. Dan aku sangat tahu dan paham hal itu akan terjadi.

Orang-orang terdekatku telah mengingatkanku akan resiko yang akan aku hadapi yaitu gunjingan orang lain. Tapi aku tetap mengambil resiko itu. Bukan tanpa pertimbangan, bahkan keputusan ini sudah kuambil bertahun-tahun lalu sebelum aku menikah. Alhamdulillah lelaki yang kini menjadi suamiku tidak masalah, bahkan mendukungku 100%. Bukan karena sebab, suamiku mendukung keputusan yang orang bilang "nekat" itu, tetapi karena suamiku sadar dan paham benar betapa pentingnya kebersamaan anak (bayi) bersama ibunya, entah bagaimana pun caranya.

Salah seorang pakar parenting di Indonesia, ibu Elly Risman dari Yayasan Kita dan Buah Hati pun menyatakan bahwa seorang anak harus bersama ibunya mulai usia 1-7 tahun. Hal itu sangat penting, mengingat masa-masa itu adalah masa-masa EMAS anak. Pembentukan karakter dan jati diri anak dibangun pada usia ini. Bagaimana membangun pondasi kokoh untuk persiapan kehidupan "mandirinya" setelah ia berusia 7 tahun. Pada masa ini, kedua orangtua: ayah dan ibu harus mendidik dan mengisi jiwa anak dengan agama, cinta dan kasih sayang serta perhatian, berusaha sekuat tenaga untuk tidak bersikap dan berkata kasar pada anak, baik sengaja maupun tidak sengaja, bersikap lemah lembut, dan anggaplah ia manusia seutuhnya, bukan setengah manusia hanya karena usianya masih kecil. Dampak terlalaikannya pemenuhan kasih sayang dan pendidikan anak usia dini bisa bermacam-macam.  Jika kasih sayang dan perhatian tak terpenuhi maka siap-siap orangtua akan "menangis" ketika melihat anak yang beranjak dewasa cenderung cuek, tak peduli, bahkan lebih senang curhat hal-hal pribadi kepada orang lain dibanding kita orangtuanya. Maka, jika itu sampai terjadi, adalah kesalahan kita sebagai orangtua karena tidak bisa menumbuhkan trust kepada anak. Hmm..akan panjang lebar jika membahas ini. Tapi bukan pada catatan ini tempatnya, karena ada para pakar dan ahlinya yang lebih tahu dibanding si penulis catatan ini.

Meski bayiku bukan selebritis, tapi dalam catatan ini, aku hanya ingin mengklarifikasi sebagian anggapan negatif kepada kami dan mencoba meluruskannya, agar tidak terjadi kesalahpahaman:

Bayiku kurus dan kurang gizi: Sejak awal aku memang sudah beranggapan bahwa bayiku tidak kurus dan tidak kurang gizi. Bayiku baik-baik saja. Sesuai dengan pendapat dokter ahli anak bahwa bayiku sehat, berat badanya standar dan masih masuk grafik berat badan bayi sehat. Perkembangan bayi sehat tidak saja dilihat dari gendutnya si bayi, tapi ada tolak ukur lain yang menjadi indikasi si bayi sehat, yaitu dari pertambahan tinggi badan dan bagusnya perkembangan si bayi. Sejauh ini tinggi bayiku untuk usia 13 bulan malah di atas rata-rata, perkembangannnya bagus: cepat mengcopy-paste, sudah bisa memegang pena dengan benar dan mencorat-coret kertas, berkata-kata, ekspresif, sudah tahu malu jika ada sesuatu yang memalukan dirinya, senang bereksplorasi dan menjelajah, aktif, dan yang paling membuat kami bahagia adalah, bayiku sudah bisa melakukan gerakan solat (takbir, menyedekapkan tangan, rukuk, sujud) dan ia juga sudah bisa  menengadahkan tangan secara spontan untuk berdoa dan mengusap wajahnya.

Bayiku kurang tidur: Bayiku tidak kurang tidur. Dalam perjalanan ke kantor dan pulang ke rumah selama 2 jam, ia tertidur. Siang hari ia juga tertidur, malam jam 9an ia tidur. Sisa waktunya dipakai bermain dan menjelajah, dll. Meski pola tidurnya masih berubah-ubah, tapi bayiku sejauh ini tidur 4x/ hari. Jadi di mana letak kurang tidurnya?  

Bayiku kelelahan terlihat dari wajahnya: Ada sebagian orang yang berpendapat demikian, dasarnya adalah melihat wajah bayiku yang mengantuk. Memang bayiku mengantuk, karena ketika orang tsb melihat bayiku pas ketika waktu tidurnya tiba, jadi memang matanya sayu dan mengantuk. Lalu mata bayiku yang cenderung seperti mata panda. Ada zona gelap di sekitar matanya seperti orang kelelahan dan kurang tidur. Memang gennya begitu. Itu turunan dari ayah dan pihak keluarga ayahnya. Sepupu-sepupunya matanya juga seperti itu. Ayahnya juga. Tubuh bayiku yang terlihat “mungil” juga dari turunan ayahnya. Masa kecil ayahnya memang bertubuh langsing Aku pun demikian ketika kecil hingga kuliah, hanya mulai masuk masa bekerja saja, tubuhku mulai berisi. Lalu?

Bayiku kurang makan: tidak semua bayi mulus-mulus saja dalam pemberian makan. Apalagi bayi yang baru saja belajar makan. Dan tipe setiap anak itu berbeda. Ada yang lancar-lancar n lahap makannya (anak tipe ini sering dibilang anak sehat karena mau dan banyak makan, sedangkan anak di luar tipe ini dianggap anak yang sulit makan), ada yang lahap makannya tapi juga cepat BAB nya sehingga BBnya tidak naik-naik, ada anak yang memang seperti kebanyakan anak-anak lainnya di luar tipe sebelumnya. Tipe ketiga ini adalah tipe bayiku (silahkan googling terkait masalah ini, betapa banyak tulisan para ibu yang mengeluh anaknya GTM (Gerakan Tutup Mulut) dan GMM (Gerakan Melepeh Makanan). Ini adalah hal yang wajar. Ada masanya nanti bayi-bayi ini makan dengan normal, yaitu usia 2 atau 3 tahun. 

“Makanya, kalo makan itu dipaksain, anak itu jangan dituruti”. Pernah bertemu orang yang tidak suka makan pepaya, nasi, atau jenis makanan tertentu hingga ia dewasa dan tua? Tahu kah apa rata-rata penyebabnya? Trauma. Ketika kecil anak dipaksa makan makanan tertentu oleh orang dewasa (entah orangtua, pengasuh, atau kerabat). Dan jangan lupa, lambung bayi itu lebih kecil dari lambung kita, sehingga tidak bijak kita mengira-ngira porsi makannya dan memaksanya menelan padahal lambungnya sudah penuh.

“Ah..dulu orangtua saya juga gitu dan anak saya makan aja dan jadi kebiasaan,” Hmm..zaman sudah berubah dan perkembangan ilmu parenting pun berkembang. Penelitian dan seminar-seminar terkait mengasuh dan mendidik anak mudah untuk diakses. Jika dulu orangtua kita memberi pisang pada bayi 2-3 bulan karena menganggap si bayi lapar atau menambahkan susu formula pada bayi baru lahir karena ASI si ibu tak kunjung deras, apakah masih bisa diterima saat ini? Penelitian berkata tidak. Lambung bayi baru lahir masih sebesar kelereng, ASI ibu yang dianggap sedikit itu sangat mencukupi lambung bayi yang kecil. Dan perlu diingat, ASI memang baru keluar banyak setelah 3 hari melahirkan dan bayi kuat tanpa disusui selama 3 hari karena lambungnya masih penuh dengan “bekal” makanannya dalam kandungan ibu dulu.  Kalau nanti anak jadi kuning karena tidak disusui dan harus konsumsi susu formula, bukan itu solusinya. Bayi kuning, maka harus dijemur, bukan diberikan susu formula.   

Baik, kita kembali kepada pembahasan awal, bahwa berdasarkan hasil konsultasi dengan dokter bayiku, penyebab bayi GMM dan GMT adalah karena organ dan sistem pencernaannya masih belajar memproses makanan. Enzim-enzim pencernaannya juga masih belum berkembang sempurna. hal itu yang menyebabkan bayi belum kenal rasa lapar. Nanti jika usianya sekitar 18 bulan, enzim tersebut akan ada secara sempurna dan anak sudah mulai mengenal rasa lapar. Solusinya adalah, tetap menawari dan mengajak bayi makan pada jam-jam makan (pagi, siang, malam). Dengan cara itu dapat melatih si bayi dalam proses belajar makannya.

Untuk tipe anak nomor dua dan jika tipe anak nomor tiga sudah melewati usia 18 bulan masih mengalami masalah, maka orangtua segera memeriksakan kondisi kesehatan anaknya. Bisa jadi memang ada gangguan pencernaan  atau gangguan organ dalamnya, misalnya gangguan jantung.

“Dikasih vitamin atau penambah nafsu makan aja biar banyak makannya” mohon maaf, tapi ini bukan masalah banyak sedikitnya makan, tapi apakah perlu bayi kita dalam periode seperti ini diberikan vitamin penambah nafsu makan? Dokter bayiku pun tidak menyarankan hal tersebut dan yang disarankan adalah penambah zat besi yang sebaiknya diberikan mulai bayi 4-24 bulan.

Bayiku bisa berjalan lebih awal karena berat badannya yang dianggap ringan: Secara umum, bayi mulai berjalan setelah 12 bulan. Jika kurang dari itu, maka bisa disebut si bayi punya perkembangan yang baik dan cepat. Bayiku sudah mulai melangkah sejak usianya sekitar 10 bulan. Dan aku menyaksikan sendiri langkah pertama bayiku. Sejak awal pernyataan tersebut tidak berdasar dan tidak berkolerasi, karena berarti semakin ringan berat badan bayi maka dia semakin cepat berjalannya. Hal ini tidak bisa diterima. Dokter bayiku juga mengatakan hal yang sama. Jika perkembangan si bayi cepat dan bagus, bayi dengan BB beratpun jika memang bagus perkembangnya maka ia pun bisa lebih cepat berjalan.

Semenjak ada bayiku, mushola terkadang terlihat berantakan: Aku memang menempatkan bayiku di mushola. Dan mushola tanpa bayiku juga memang kadang terlihat berantakan sejak dulu, karena susunan sajadahnya yang sering bergeser akibat banyaknya orang solat. Tapi tolong, apakah itu karena bayiku? Kami pun tahu bagaimana menempatkan diri di mushola. Kami membersihkan dan merapikannya terkadang.

Aku orangtua yang tega terhadap bayiku, karena:
Memandikan bayiku pagi-pagi
Ibuku berpesan kepadaku, bayi itu sudah harus mandi sebelum jam 6 pagi. Rosull SAW bahkan mencontohkan waktu mandi terbaik bagi kesehatan adalah sebelum adzan subuh. Lagipula mandi pagi itu baik untuk tubuh. Dan membiasakan anak bangun pagi dan memandikannya adalah sarana latihan agar kelak ia tidak susah bangun pagi. Tidak perlu orangtuanya berjibaku membangunkan anaknya untuk solat  subuh atau berangkat ke sekolah berkali-kali.

Membawa bayiku setiap hari ke kantor
Jika aku dan suamiku bekerja di luar, lalu kutitipkan bayiku pada orang lain yang tidak punya ikatan emosional pada bayiku, menjaganya sekedar dibayar dengan uang, memasukan pemikiran dan kebiasannya yang terkadang tidak sesuai dengan apa yang kami jalani, dan yang lebih mengerikannya lagi kekerasan terhadap bayi. Bukankah aku menjadi orangtua yang lebih tega lagi jika berbuat demikian? Kita semua tahu berapa banyak kasus kekerasan yang terjadi oleh pengasuh. Orang-orng di sekitarku pun bayinya pernah menjadi korban. Alhamdulillah, jika kita mendapat pengasuh yang baik dan solehah, namun bukan kah pendidikan dan tempat pengasuhan anak terbaik adalah tetap si ibu sendiri? lalu siapa yang akan bertanggung jawab terhadap si  bayi nantinya di dunia dan akhirat? bukan kah ayah ibunya? bukan pengasuhnya?

"Cari pengasuh keluarga aja, orangtua?" Hmm..terima kasih atas sarannya, namun perlu diketahui, tubuh orangtua kita tidak didisain oleh Robbnya untuk menjaga anak-anak kita. Tubuh orangtua kita telah renta dan rapuh. Lalu masih kah kita ingin merepotkannya? Secara pribadi tidak ada masalah jika orangtua kita tidak berkeberatan menjadi pengasuh anak-anak kita, atau jika keadaan benar-benar tidak memungkinkan hingga akhirnya terpaksa orangtua kita yang menjadi tumpuan. Silahkan saja, tetapi tentunya penitipan anak-anak kita terhadap orangtua kita dilakukan dengan cara yang ma'ruf/ baik.

"Kalo sodara gitu?" Silahkan saja. Namun kembali lagi bahwa kewajiban mengasuh anak dan tempat terbaiknya tetap pada ibunya. Selama masih memungkinkan untuk mengasuh bayi kita sendiri, mengapa tidak?

“Ya udah lah, dari pada susah-susah keluar aja dari kerjaan,” Menjalankan dua peran sekaligus sebagai Ibu dan Wanita Pekerja? Why not?

Dianggap not well educated: Tingkat pendidikan ibu untuk mengasuh anak adalah salah satu hal penting yang tidak bisa diabaikan. Namun ingat, berapa banyak anak-anak yang ketika dewasa menjadi orang besar dan sukses dilahirkan dan didik oleh ibu yang tingkat pendidikannya rendah bahkan tidak sekolah. Mendididk dan mengasuh anak bukan perkara itu, tapi bagaimana ketulusan, tanggung jawab, cinta dan rasa takutnya kepada Robbnya yang membuat si ibu mampu menghasilkan anak-anak yang sukses dan hebat.

Meski demikian, banyak hikmah yang kami dapatkan dari kejadian demi kejadian selama kami berada di lingkungan kantor. Kami bertemu ibu-ibu pekerja hebat lainnya yang gigih mempertahankan kebersamaan dengan anaknya. Beberapa pejabat di kantorku salah duanya, lalu seorang pengusaha wanita juga berbagi pengalamannya membawa bayinya ke kantor sejak bayi hingga menginjak usia sekolah. Bagaimana mereka rela bangun pagi-pagi membawa perelengkapan perang bayinya seperti bak mandi si bayi, pernah memandikan juga bayinya di wastafel, dan kketika si bayi mulai aktif bermain-main di bawah meja dekat kaki ibunya saat meeting berlangsung. Lalu jangan lupa ada politisi wanita Italia yang juga anggota parlemen Uni Eropa di Perancis, Licia Ronzulli yang membaya bayi Vittoria sejak usia 6 minggu.

Selain itu kami juga bertemu seorang ayah yang tiba-tiba menceritakan dengan bangga bahwa anaknya ikut bersama isterinya bekerja, meski istrinya adalah pekerja kantin. Atau tiba-tiba tercetus cerita dari seseorang mengenai pengalamannya di jalan melihat seorang ibu penyapu jalan di Jakarta yang membawa anaknya bekerja. Si anak menarik baju ibunya dan membuntuti si ibu dari belakang. Atau kisah yang pernah diangkat di Trans TV di program “Orang Pinggiran”, bagaimana perjuangan seorang janda tua dan miskin, harus berjualan makanan dan sayur sambil menggendong anaknya yang berkebutuhan khusus bernama Sobari (7 tahun). Anak itu sebenarnya lahir sehat dan lincah, hanya karena ketika demam usia 2 tahun, Sobari kecil dibawa ke tukang pijat yang ternyata menekan saraf-saraf utamanya hingga ia lumpuh total.

Sebenarnya apa yang aku lakukan tidak berbeda jauh dengan yang para ibu-ibu hebat itu lakukan. Yang berbeda hanya lahan atau tempat kami berada. Dan jika keberadaan kami salah, maka bagaimana dengan para ibu-ibu tulus itu? Lalu apa gunanya Undang-undang Perlindungan Anak dan adanya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak? Apakah kedua hal itu ada di Indonesia hanya sebagai bagian dari formalitas? Tentu saja jawabannya tidak. Bahkan Dunia pun tahu pentingnya hubungan antara Ibu dan anaknya. Karena anak adalah generasi penerus. Anak adalah harapan masa depan dan pewujud mimpi-mimpi besar. Insya’a Alloh.


Allohualam bishawab.


Catatan ini untuk Fila Safiya Hayyun, bayi pintar solehah yang sabar, baik, dan pengertian. We LOVE you nak.
 Jumat, 2 Mei 2014, pukul 16.30 waktu setempat
Lim A Pou


Note: thanks mba Nisa atas tulisannya, izin share ya... semoga bisa menginspirasi mommies lainnya yang galau ninggalin baby untuk bekerja.
  

No comments:

Post a Comment